JAKARTA, Jantungnews.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tidak menerima permohonan dalam Perkara Nomor 146/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang diajukan oleh Lembaga Analisis HAM Indonesia sebagai Pemantau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kota Tarakan. MK menilai bahwa permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Wali Kota Tarakan Tahun 2024 ini tidak jelas atau kabur.
“Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan, bersama delapan hakim konstitusi lainnya, pada Rabu (5/2/2025) siang.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menjelaskan bahwa permohonan tersebut tidak memenuhi syarat formil permohonan. Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak jelas, kabur, atau obscuur libel.
“Permohonan ini tidak memenuhi syarat formil, sehingga Mahkamah tidak ragu untuk menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak jelas atau kabur,” tambah Saldi.
Sebagai informasi, MK sebelumnya menerima pengajuan penarikan kembali dari pihak yang mengatasnamakan organisasi atau lembaga yang sama. Namun, ada pihak lain yang tercatat dalam berkas permohonan yang tetap bertahan untuk mengajukan permohonan PHPU Wali Kota Tarakan.
“Awalnya ada permohonan yang diajukan, lalu tiba-tiba ada pengajuan penarikan dari organisasi yang sama. Kami ingin memperoleh klarifikasi terlebih dahulu terkait siapa yang awalnya mengajukan permohonan,” ujar Saldi Isra, yang juga memimpin Majelis Hakim Panel 2, didampingi oleh Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pada Kamis (9/1/2025).
Dalam berkas permohonan Perkara Nomor 146/PHPU.WAKO-XXIII/2025, tercatat nama Ambo Tuwo sebagai Ketua Lembaga Analisis HAM Indonesia sebagai Pemohon. Ambo Tuwo memberikan kuasa kepada Muklis dan Angga Bursa Lesmana yang hadir di Ruang Sidang MK untuk melanjutkan permohonan PHPU Wali Kota Tarakan. Namun, Pemohon tidak membacakan permohonannya dalam sidang pendahuluan, dan Mahkamah akhirnya mendengarkan jawaban dari KPU Kota Tarakan selaku Termohon, keterangan dari Pasangan Calon (Paslon) Tunggal Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tarakan, Khairul dan Ibnu Saud, serta keterangan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pada persidangan berikutnya.
Dalam berkas permohonannya, Pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan kolom yang tidak bergambar sebagai pemenang Pilkada Tarakan 2024. Pemohon menduga bahwa Khairul dan Ibnu Saud, sebagai calon tunggal, telah melakukan berbagai pelanggaran, termasuk pergantian aparatur sipil negara (ASN) enam bulan sebelum pendaftaran peserta pilkada.(*/HumasMKRI)